Review Jeni's Book Touch Down Jiran


Simple Journey to Share


SEBAGAI misua si penulis, bisa jadi, terlalu subjektif jika saya me-review buku ini. Tapi, sebagai editornya, boleh lah ya..hehe. Saat mengenal @nulisbuku di twitter, dan mengetahui langsung konsepnya di radio show tvone awal 2012 lalu, saya langsung teringat blog istri saya. Kenapa tak diterbitkan di nulis buku? 


Awalnya, istri saya sempat tak pede. Dia bilang, apa menariknya perjalanan secuil dijadikan buku? Cuma ke Singapura dan Malaysia lagi! Tapi saya tetap ngotot. Saya katakan, poinnya bukan itu. Karena, walaupun pergi ke Singapura atau Malaysia itu “pasaran”, saya yakin, banyak orang yang memimpikannya. Karena, tak semua orang punya kesempatan ke sana (saya salah satunya, hehe). 



Bagi saya, orang yang bolak balik ke sana pun belum tentu bisa menuliskannya. Karena, sekali lagi, bukan soal ke Singapura atau Malaysia itu hal yang biasa, buku ini ada. Buku ini lebih ke preview dan review pergi sederhana ke luar negeri. Bukan sekadar hura-hura. Atau sok pamer.

Buku ini adalah bagaimana si penulis yang mantan pacar saya ini :p, bukan berangkat tiba-tiba. Tapi diawali mimpi. Ya, mimpi! Si penulis mewujudkan mimpinya secara sederhana. Lalu bertahap. Di bab pertama, berjudul Liburan ke Mana Ya, Jeni menulis,”Asal tau sodara-sodara. Si ibu ini (jeni herself) berprinsip: asal bisa ke luar negeri udah bersyukur sangatt. Gak perlu deh banyak-banyak bawa sangu. Hehehe. Yang penting bisa tetep foto-fotoan, buat kenang-kenangan anak cucu kelak,” (halaman 6-7, ditulis Sabtu 9 Oktober 2010). Bagi saya, itu adalah nawaitu yang sederhana. Tidak berlebihan. Tidak nekat. Hanya keinginan ringan saja. 

Bagaimana mewujudkannya? Jeni sadar, kami berdua berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Orang tua telah naik haji saja, kami sudah alhamdulillah. Pendapatan kami di tiga tahun pertama perkawinan, jelas belum cukup untuk berfoya-foya, apalagi ke luar negeri. Berangkat ke luar negeri dengan uang dinas kantor? Kami rasa itu bukan traveling, tapi bekerja. Lalu? 

Jeni merealisasikannya lagi-lagi dengan simple. Dia banyak membaca referensi. Dia tak lelah belajar, dan berkomunikasi. Membaca buku-buku traveling. Terutama mengoleksi dan membaca buku-buku miss jinjing, Amelia Masniari. Memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin. Melahap semua info soal traveling di televisi. Serta (ini yang penting), banyak bertanya. Baik ke teman-temannya yang sudah pengalaman ke luar negeri, atau berbagi di blog. 

Selebihnya adalah soal persiapan. Yang lagi-lagi tak sekejap. Bagaimana Jeni harus membeli tiket promo Air Asia Denpasar-Singapura dan Kuala Lumpur-Denpasar, 6 bulan sebelum berangkat. Itu pun belum punya paspor! Semua karena untuk menyiasati bajet yang sebenarnya minim. Simak juga bagaimana Jeni mengurus paspor seorang diri. Tanpa calo. Tentu saja untuk penghematan (lagi). Semua diurus jauh-jauh hari dengan perhitungan cermat. 

Khusus tulisan My Passport di bab IV (halaman 16) pembaca juga bisa menimba banyak ilmu. Karena, cara kepengurusan dan syarat-syarat membuat paspor di keimigrasian Denpasar, Bali, lengkap dengan suasananya ditulis di sana. Bahkan hingga harga map Rp 10 ribu. Di buku ini, Jeni juga berbagi bagaimana cara mencari penginapan dan transportasi murah (tapi nggak murahan) dan hemat di Singapura dan Malaysia. Termasuk urusan transportasi dan konsumsi agar tetap sesuai kantong. 

Sisanya adalah cerita umum dan foto-foto selama di sana. Dengan bumbu Jeni berangkat seorang diri ke sana. Dari rencana berempat, hingga akhirnya tanpa teman. Kemudian tambahan tulisan kecil tentang pergi hemat (lagi, hehe) ala backpekeran kami ke Gili Trawangan di NTB, pada akhir 2011 lalu. Plus catatan kecil Jeni di blog seputar traveling lainnya. Untuk menambah suasana blog, seluruh komentar teman-teman Jeni dimasukkan. Di sana terlihat interaksi Jeni dan teman-temannya sesama blogger. 

Dan yang mengejutkan (ini yang paling saya suka), tulisan My Passport mendapat komentar terbanyak (sekitar 13 komentar+jawaban Jeni). Sebab, tak hanya teman-teman sesama blogger yang mengomentarinya. Beberapa orang yang ingin bertanya soal kepengurusan paspor di imigrasi Denpasar ternyata juga masuk. Ini bisa jadi karena mereka searching di google.

So, secara keseluruhan, buat saya, buku ini bukan soal pamer bepergian ke Singapura dan Malaysia. Saya lebih suka menyebutkan simple journey to share. Dengan spirit Man Jadda Wa Jadda yang dipopulerkan penulis Ahmad Fuadi yang terkenal dengan novelnya Negeri 5 Menara. 

Ada cerita, seorang teman memprotes saya, ketika Jeni mempublish cover buku ini di facebook. Teman itu bilang,”Ah, aku tak tertarik dengan Singapura dan Malaysia. Indonesia lebih indah. Masih banyak destinasi dan tempat menarik untuk dibukukan,” katanya dalam pesan ke BBM saya. 

Terima kasih sangat untuk teman itu atas kritik dan protesnya. Hehe. Siap. Itu kritik bagus dan saya setuju. Tapi saya menjelaskan, bahwa itu bukan poin buku ini. Seperti penjelasan resume soal buku ini, Jeni mengatakan,” Aku tahu, banyak orang yang punya pengalaman melebihi aku. Bagi yang pernah atau sering ke Singapura atau Malaysia, semoga menjadi pengenang. Bagi yang belum dan bercita-cita ke sana, semoga menjadi inspirasi dan penyemangat. Karena aku percaya, kemauan dan semangat besar adalah modal kuat mewujudkan mimpi dan cita...,” 
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih. 
  



Denpasar, 23 Maret 2013 

Oleh: Rosihan Anwar (@rosihan_anwar)
-----Sehari-hari editor di Jawa Pos Radar Bali---

Kopdar With Ibu Dewan

Minggu, 22 Juni 2013


Selalu seneng itu kalo ketemuan sama teman, apalagi teman lama yang lama ga ketemu. Rabu (19/6) dan Kamis (20/6) lalu aku kopdar sama teman kuliah di Jogja sana, Indah. Dia satu jurusan,  cuma beda kelas.  Si ibu yang menjabat anggota dewan dari Klaten ini ceritanya lagi kunker ke Bali. Dari hari Selasa sih mendarat di Bali, tapi aku baru sempat nyamperin ke hotelnya hari Rabu sama Kamis itu. Beberapa hari sebelumnya udah ngabarin kalo dia mau ada kunjungan, juga nawarin mau dibawain apa. Hehehehe merasa tersanjung plus kagak enak, secara masak nitip dibawain ini itu sama ibu wakil rakyat hihihihi *toyor. Ya udah, karena dia "memaksa", akhirnya aku minta dibawain bakpia sajo. Dan ternyata, yang dibawain ga cuma bakpia tapi aneka camilan khas Klaten wohohooooo party cemilan deh, Alhamdulillah.

Rabu sore itu, abis pulang kerja istirahat sebentar trus cabcuss deh ke Hotel Adhi Jaya di Kuta tempat dia nginep. Ini kopdar kami yang kedua, yang pertama tahun 2009, beberapa bulan setelah dia pelantikan kunker ke pulau paradiso ini. Sayangnya kopdar pertama, ngobrolnya cuma sebentar karena dia jadwalnya padet banget. Menginapnya di hotel yang sama, jadi  udah familiar deh aku sama hotelnya ini.

Kopdar 2009

Kopdar pertama, temanku ini belum merit. Kopdar kedua, dia udah bersuami dan ber-baby cowok umur 1 tahun. Kena salip deh aku, krik-krik-krik. Hari pertama ketemuan, crita-crita aja di dalam kamar. Males mau jalan, udah kadung nyaman di kamar. Ngobrol-ngobrol sampe jam 11 malem, trus aku pamit pulang.


Kamisnya, abis kelar kerja jam 8 malem (shift siang), aku sms an lagi janjian mau nyamperin  ke hotelnya. Kayaknya belum puas gitu ketemuan hari sebelumnya, maklum deh ya emak-emak kalo udah ketemu bahan omongan kayak ga abis-abis. Udah pamit suami kalo mau  ke hotel dulu. Mulanya mau dianterin selepas suami pulang kerja. Eh tapi baru inget kalo kamis dia ada meeting, sampa diatas jam 12 malem. Ya udah, aku putuskan untuk cabcus sendiri aja. 

Hari kedua ketemu, males juga jalan-jalan. Padahal depan  hotel itu mall. Ngobrolnya abis dari kamar,  pindah ke swimming pool, ke lobi. Beberapa temannya sesama anggota dewan juga ikutan nimbrung. Ngobrol politik seru juga ya. Temanku ini dari PKB ini menjabat sampai 2014. Dia katanya ga mau maju lagi. Pengennya mau fokus ke keluarga dan mengurus usaha keluarga.

Sayangnya lagi, di kopdar kedua  ini no pic, padahal ga ada foto kan sama aja hoax ya. Dia ga mau narsis foto-fotoan apalagi diaplod di fesbuk. So, ga punya foto deh. 

Insya Allah lain waktu ketemu lagi.