Mencari Jodoh Lagi

Denpasar, 24 November 2013




Sudah lima bulan ga apdet tulisan. Parah ? banget. Ya walo kalo baca-baca blog orang lain masih rajin tiap hari, dan parahnya lagi baca doang tapi ga sempat meninggalkan jejak. 

Pertengahan November ini, kami lagi start mencari hunian. Pengennya sih yang siap huni, jadi begitu selesai kontrakan kami awal tahun 2014, kami maunya langsung cuss pindah  ke rumah baru. Maunya. Tolong Mudahkan ya Allah. 

Jadi, saat ini hati dan pikiran kami fokuskan ke sana, ke pencarian rumah ini. Doanya, akhir tahun ini sudah beres. Mohon doanya ya teman-teman yang tidak sengaja mungkin mampir ke blog ini. 


Review Jeni's Book Touch Down Jiran


Simple Journey to Share


SEBAGAI misua si penulis, bisa jadi, terlalu subjektif jika saya me-review buku ini. Tapi, sebagai editornya, boleh lah ya..hehe. Saat mengenal @nulisbuku di twitter, dan mengetahui langsung konsepnya di radio show tvone awal 2012 lalu, saya langsung teringat blog istri saya. Kenapa tak diterbitkan di nulis buku? 


Awalnya, istri saya sempat tak pede. Dia bilang, apa menariknya perjalanan secuil dijadikan buku? Cuma ke Singapura dan Malaysia lagi! Tapi saya tetap ngotot. Saya katakan, poinnya bukan itu. Karena, walaupun pergi ke Singapura atau Malaysia itu “pasaran”, saya yakin, banyak orang yang memimpikannya. Karena, tak semua orang punya kesempatan ke sana (saya salah satunya, hehe). 



Bagi saya, orang yang bolak balik ke sana pun belum tentu bisa menuliskannya. Karena, sekali lagi, bukan soal ke Singapura atau Malaysia itu hal yang biasa, buku ini ada. Buku ini lebih ke preview dan review pergi sederhana ke luar negeri. Bukan sekadar hura-hura. Atau sok pamer.

Buku ini adalah bagaimana si penulis yang mantan pacar saya ini :p, bukan berangkat tiba-tiba. Tapi diawali mimpi. Ya, mimpi! Si penulis mewujudkan mimpinya secara sederhana. Lalu bertahap. Di bab pertama, berjudul Liburan ke Mana Ya, Jeni menulis,”Asal tau sodara-sodara. Si ibu ini (jeni herself) berprinsip: asal bisa ke luar negeri udah bersyukur sangatt. Gak perlu deh banyak-banyak bawa sangu. Hehehe. Yang penting bisa tetep foto-fotoan, buat kenang-kenangan anak cucu kelak,” (halaman 6-7, ditulis Sabtu 9 Oktober 2010). Bagi saya, itu adalah nawaitu yang sederhana. Tidak berlebihan. Tidak nekat. Hanya keinginan ringan saja. 

Bagaimana mewujudkannya? Jeni sadar, kami berdua berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Orang tua telah naik haji saja, kami sudah alhamdulillah. Pendapatan kami di tiga tahun pertama perkawinan, jelas belum cukup untuk berfoya-foya, apalagi ke luar negeri. Berangkat ke luar negeri dengan uang dinas kantor? Kami rasa itu bukan traveling, tapi bekerja. Lalu? 

Jeni merealisasikannya lagi-lagi dengan simple. Dia banyak membaca referensi. Dia tak lelah belajar, dan berkomunikasi. Membaca buku-buku traveling. Terutama mengoleksi dan membaca buku-buku miss jinjing, Amelia Masniari. Memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin. Melahap semua info soal traveling di televisi. Serta (ini yang penting), banyak bertanya. Baik ke teman-temannya yang sudah pengalaman ke luar negeri, atau berbagi di blog. 

Selebihnya adalah soal persiapan. Yang lagi-lagi tak sekejap. Bagaimana Jeni harus membeli tiket promo Air Asia Denpasar-Singapura dan Kuala Lumpur-Denpasar, 6 bulan sebelum berangkat. Itu pun belum punya paspor! Semua karena untuk menyiasati bajet yang sebenarnya minim. Simak juga bagaimana Jeni mengurus paspor seorang diri. Tanpa calo. Tentu saja untuk penghematan (lagi). Semua diurus jauh-jauh hari dengan perhitungan cermat. 

Khusus tulisan My Passport di bab IV (halaman 16) pembaca juga bisa menimba banyak ilmu. Karena, cara kepengurusan dan syarat-syarat membuat paspor di keimigrasian Denpasar, Bali, lengkap dengan suasananya ditulis di sana. Bahkan hingga harga map Rp 10 ribu. Di buku ini, Jeni juga berbagi bagaimana cara mencari penginapan dan transportasi murah (tapi nggak murahan) dan hemat di Singapura dan Malaysia. Termasuk urusan transportasi dan konsumsi agar tetap sesuai kantong. 

Sisanya adalah cerita umum dan foto-foto selama di sana. Dengan bumbu Jeni berangkat seorang diri ke sana. Dari rencana berempat, hingga akhirnya tanpa teman. Kemudian tambahan tulisan kecil tentang pergi hemat (lagi, hehe) ala backpekeran kami ke Gili Trawangan di NTB, pada akhir 2011 lalu. Plus catatan kecil Jeni di blog seputar traveling lainnya. Untuk menambah suasana blog, seluruh komentar teman-teman Jeni dimasukkan. Di sana terlihat interaksi Jeni dan teman-temannya sesama blogger. 

Dan yang mengejutkan (ini yang paling saya suka), tulisan My Passport mendapat komentar terbanyak (sekitar 13 komentar+jawaban Jeni). Sebab, tak hanya teman-teman sesama blogger yang mengomentarinya. Beberapa orang yang ingin bertanya soal kepengurusan paspor di imigrasi Denpasar ternyata juga masuk. Ini bisa jadi karena mereka searching di google.

So, secara keseluruhan, buat saya, buku ini bukan soal pamer bepergian ke Singapura dan Malaysia. Saya lebih suka menyebutkan simple journey to share. Dengan spirit Man Jadda Wa Jadda yang dipopulerkan penulis Ahmad Fuadi yang terkenal dengan novelnya Negeri 5 Menara. 

Ada cerita, seorang teman memprotes saya, ketika Jeni mempublish cover buku ini di facebook. Teman itu bilang,”Ah, aku tak tertarik dengan Singapura dan Malaysia. Indonesia lebih indah. Masih banyak destinasi dan tempat menarik untuk dibukukan,” katanya dalam pesan ke BBM saya. 

Terima kasih sangat untuk teman itu atas kritik dan protesnya. Hehe. Siap. Itu kritik bagus dan saya setuju. Tapi saya menjelaskan, bahwa itu bukan poin buku ini. Seperti penjelasan resume soal buku ini, Jeni mengatakan,” Aku tahu, banyak orang yang punya pengalaman melebihi aku. Bagi yang pernah atau sering ke Singapura atau Malaysia, semoga menjadi pengenang. Bagi yang belum dan bercita-cita ke sana, semoga menjadi inspirasi dan penyemangat. Karena aku percaya, kemauan dan semangat besar adalah modal kuat mewujudkan mimpi dan cita...,” 
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih. 
  



Denpasar, 23 Maret 2013 

Oleh: Rosihan Anwar (@rosihan_anwar)
-----Sehari-hari editor di Jawa Pos Radar Bali---

Kopdar With Ibu Dewan

Minggu, 22 Juni 2013


Selalu seneng itu kalo ketemuan sama teman, apalagi teman lama yang lama ga ketemu. Rabu (19/6) dan Kamis (20/6) lalu aku kopdar sama teman kuliah di Jogja sana, Indah. Dia satu jurusan,  cuma beda kelas.  Si ibu yang menjabat anggota dewan dari Klaten ini ceritanya lagi kunker ke Bali. Dari hari Selasa sih mendarat di Bali, tapi aku baru sempat nyamperin ke hotelnya hari Rabu sama Kamis itu. Beberapa hari sebelumnya udah ngabarin kalo dia mau ada kunjungan, juga nawarin mau dibawain apa. Hehehehe merasa tersanjung plus kagak enak, secara masak nitip dibawain ini itu sama ibu wakil rakyat hihihihi *toyor. Ya udah, karena dia "memaksa", akhirnya aku minta dibawain bakpia sajo. Dan ternyata, yang dibawain ga cuma bakpia tapi aneka camilan khas Klaten wohohooooo party cemilan deh, Alhamdulillah.

Rabu sore itu, abis pulang kerja istirahat sebentar trus cabcuss deh ke Hotel Adhi Jaya di Kuta tempat dia nginep. Ini kopdar kami yang kedua, yang pertama tahun 2009, beberapa bulan setelah dia pelantikan kunker ke pulau paradiso ini. Sayangnya kopdar pertama, ngobrolnya cuma sebentar karena dia jadwalnya padet banget. Menginapnya di hotel yang sama, jadi  udah familiar deh aku sama hotelnya ini.

Kopdar 2009

Kopdar pertama, temanku ini belum merit. Kopdar kedua, dia udah bersuami dan ber-baby cowok umur 1 tahun. Kena salip deh aku, krik-krik-krik. Hari pertama ketemuan, crita-crita aja di dalam kamar. Males mau jalan, udah kadung nyaman di kamar. Ngobrol-ngobrol sampe jam 11 malem, trus aku pamit pulang.


Kamisnya, abis kelar kerja jam 8 malem (shift siang), aku sms an lagi janjian mau nyamperin  ke hotelnya. Kayaknya belum puas gitu ketemuan hari sebelumnya, maklum deh ya emak-emak kalo udah ketemu bahan omongan kayak ga abis-abis. Udah pamit suami kalo mau  ke hotel dulu. Mulanya mau dianterin selepas suami pulang kerja. Eh tapi baru inget kalo kamis dia ada meeting, sampa diatas jam 12 malem. Ya udah, aku putuskan untuk cabcus sendiri aja. 

Hari kedua ketemu, males juga jalan-jalan. Padahal depan  hotel itu mall. Ngobrolnya abis dari kamar,  pindah ke swimming pool, ke lobi. Beberapa temannya sesama anggota dewan juga ikutan nimbrung. Ngobrol politik seru juga ya. Temanku ini dari PKB ini menjabat sampai 2014. Dia katanya ga mau maju lagi. Pengennya mau fokus ke keluarga dan mengurus usaha keluarga.

Sayangnya lagi, di kopdar kedua  ini no pic, padahal ga ada foto kan sama aja hoax ya. Dia ga mau narsis foto-fotoan apalagi diaplod di fesbuk. So, ga punya foto deh. 

Insya Allah lain waktu ketemu lagi.

Tetirah ke Istana Raja, Taman Ujung Soekasada-Karangasem

Minggu, 19 Mei 2013



Pekan lalu ( minggu 12) kita abis jalan-jalan ke Bali Timur, ceritanya lagi ada saudara yang berlibur ke mari. Dese sih pergi sama rombongan kantor mamanya, tapi kita culik untuk stay beberapa hari  di tempat kami. Biar tidak biasa, jadi kita ajak ke obyek wisata yang jauhan dikit. Kira-Kira 2 jam jika meluncur dari Denpasar.

Ke Bali Timur ini bisa dapat tiga obyek wisata sekaligus. Kebanyakan sih pantai. Dan kami paling suka dengan lokasi ini : Taman Ujung Soekasada, Karangasem. Ini jejak kejayaan kerajaan Karangasem. Lupita siapa nama lengkap Rajanya, padahal ditulis gede ditembok hihihi (silakan gugling). Setelah diperbaiki oleh Pemkab setempat, tempat ini jadi lebih cantik dan menawan. Selain buat tempat tetirah, tempat ini juga kondang untuk lokasi pre wedding. Taman airnya mengingatkan pada Taman Sari Jogjakarta. Berhubung kami dulu ga pre wed di sini, jadi ini adalah foto lawas wed aja deh. Here the pics :
.



nyender dulu ah

ini view kalo diliat dari atas

yang belakang lagi pre wed



Buat penggemar Smash atau yang pernah sekilas liat video klip terbarunya, mereka syuting di Taman ini loh. Tepatnya di pic no.3 itu, tempat pasangan pre wed lagi kiss hehehe. Bangunan ini mirip sisa-sisa reruntuhan gitu sih menurut eikeh. Mengingatkan seperti Acropolis di Yunani (macam pernah ke sana aja). Dari lokasi paling atas itu, kita bisa liat keseluruhan area Taman Ujung dan liat laut di ujung sana. 

keliatan luas ya

Kita bisa jalan menyusuri jembatan yang menghubungkan satu bangunan dan bangunan lain dalam kolam air. Bangunan yang paling besar di tengah-tengah kolam itu merupakan tempat raja menerima tamu, dan kamar pribadi. Tapi kita bisa liat-liat secara bebas seperti museum gitu.

Indah kan

Jika capek, bisa tuh duduk di rerumputan depan kolam sambil kasi makan ikan yang gede-gede. Sayang kami gak bawa rantang, dan termos kopi, hahahahhaa . Kapan-kapan kalo ke sana lagi mau bawa ah. Oh ya utuk anak-anak bisa sewa perahu untuk keliling kolam. Sewa perahu bisa nego. Murah meriah.

ikannya rakus-rakus


Taman yang rapi dan cantik

Kalo pic yang di bawah ini hasil jepretan saudara eikeh, kebetulan hobi fotografi dan sukanya hunting foto :



Bukan pre wed, tapi lawas wed hahaha

kepanasan, mukanya jadi merah membahana

Tiket masuk ke taman ini murah cuma Rp 5 ribu. Kalo untuk pemotretan pre wedding, ada tarifnya juga sih. Privilege-nya sih oke bisa bawa mobil masuk keliling ke taman ini. Kebayang dong ya kalo dandanan heboh pake high heels, muter-muter cari lokasi bisa-bisa encok (lu aja kali Jen, hahaa) Tapi ada juga sih yang irit, seperti di begron di foto kami itu. Cuma calon pengantin sama fotografer, calon pengantin lakinya nggeret-nggeret koper, yang perempuan rempong ma gaun sama nenteng selop hak tinggi. 

Kabupaten Karangasem ini bersejarah juga buat si-bapak. Waktu awal kerja beberapa taon lalu, dese pernah ditugaskan di sini. Setiap sabtu malam, kabur ke Denpasar ngapelin eikeh. Jauh juga sih, apalagi dulu jalannya belum semulus sekarang. Kalo saat ini udah dibuatin semacam by pass jadi bisa wuss-wuss. Tempat kosnya dulu lumayan deket sama Taman Ujung. But believe it or not, ini adalah kunjungan pertama eikeh ke Taman Ujung. Beberapa kilo sebelum masuk Taman Ujung, sebaiknya berkendara dengan kecepatan rendah karena banyak monyet yang main-main di pinggir jalan. Kalo berani bisa brenti sebentar untuk kasi makan monyet. 


*dandan ala duta wisata Karangasem

selamat berhari minggu

Amsterdam Arena; Siasat Lahan Sempit Belanda



oleh : Jeni Wahyu Sri Lestari


Belanda dikenal sebagai salah satu Negara besar dalam sejarah sepak bola dunia. Prestasi yang ditorehkan para pemainnya mengagumkan. Belanda memiliki pemain legendaris Johan Cryuff yang dikagumi seluruh dunia.  Satu lagi yang melengkapi kepopuleran sepak bola Belanda, yakni stadion Amsterdam Arena.   


Stadion utama di negeri kincir angin dan tepat berada di jantung Amsterdam  itu menggunakan  teknologi rancang bangun yang out of the box, dan ekstrim di mata saya. Ya, stadion yang diresmikan pada 14 Agustus 1996 oleh Ratu Beatrix itu dibangun di atas jalan raya. Jika kita lihat dari atas, jalan raya nampak menembus perut Amsterdam Arena dengan lalu lalang kendaraan.  


Alasan dibangunnya Amsterdam Arena di atas jalan raya ini karena keterbatasan lahan. Seperti kita ketahui, Belanda merupakan negara yang wilayahnya tidak luas. Yakni hanya 41. 526 km2 (bandingkan dengan wilayah Indonesia yang memiliki luas 1. 919.440 km2). Untuk wilayah Amsterdam, memiliki luas Munisipalitas/Kota 219 km2, Daratan 166 km2, Perairan 53 km2, dan Metro seluas 1.815 km2. 


Pada mulanya stadion tersebut dibangun agar Belanda dapat menyelenggarakan even-even olahraga besar seperti olimpiade. Konstruksi Amsterdam Arena dikerjakan oleh Ballast Nedam dan Royal BAM Group. Pondasi pertama diletakkan pada 26 November 1993, dan pembangunan titik tertinggi dicapai  pada 24 Februari 1995 setelah konstruksi atap didirikan. Diarsiteki oleh Rob Schuurman dan Sjoerd Soeters, dana yang dibenamkan untuk pembangunan stadion tersebut sekitar 140 juta Euro. Amsterdam Arena memiliki kapasitas 52 ribu kursi untuk pertandingan sepak bola dan 68 ribu penonton jika digelar konser musik. Pada 13 Maret 1996, untuk pertama kalinya the fly over dari jalan umum dengan fasilitas parkir dibuka untuk umum.  



View Amsterdam Arena dari atas
 
Amsterdam Arena saat malam



Kandang klub Ajax Amsterdam itu menjadi stadion pertama di Eropa yang menggunakan teknologi mobile roof, yaitu atap yang bisa dibuka dan ditutup secara mekanik. Dengan mobile roof, tidak masalah apapun cuacanya , karena buka tutup atap stadion  tinggal menyesuaikan.  


Bagi saya yang menarik adalah kecerdikan Belanda dalam merancang dan membangun fasilitas publik yang dimilikinya. Belanda mampu melakukan multifungsi lahan; menyatukan Amsterdam Arena dan jalan raya yang melintasi stadion namun tetap dengan fungsinya masing-masing. 


Pengalaman menunjukkan, sejumlah pembangunan fasilitas publik di Indonesia berujung pada mubazir. Gedung dibangun untuk menyambut even tertentu. Ketika even berakhir, gedung tidak digunakan lagi dan menjadi tidak terawat. Sementara investasi besar untuk pembangunan tersebut sudah dikeluarkan. 

Koninkrijk der Nederlanden (Kerajaan Tanah Rendah) membuktikan bahwa kreatifitas tidak pernah kering untuk menyiasati kekurangan yang ada. Menurut saya apa yang dilakukan Belanda ini merupakan sindiran sekaligus cambuk bagi kita. Bagaimana tidak, Belanda yang mungil itu melakukan pembangunan fasilitas publik, yakni sarana olahraga yang megah, fungsional dan menjadi kebanggaan negaranya. Belanda pun memberikan fakta di wilayahnya yang sempit itu tata kotanya tetap terlihat rapi, teratur, cantik dan nyaman. Mestinya Indonesia yang merupakan negara besar dengan aset sumber daya alam yang melimpah mampu berbuat lebih.

Referensi :

http://en.wikipedia.org/wiki/Amsterdam_Arena
http://www.worldstadiums.com › EuropeNetherlands
http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda
http://www.worldstadiums.com > HOME > architecture > Stadium Design
http:// lipsus.kontan.co.id/v2/wisata/read/
http://commons.wikimedia.org

Hadiah Pertama di 2013

Denpasar, 24 Maret 2013

Sunday,

Harusnya hari ini sudah nongkrong di Sirkuit Sepang, Malaysia untuk nonton F1 Petronas Malaysia Grand Prix. Plus menikmati opening F1 dengan Guns n Roses. Tapi, faktanya adalah eikeh tidak sedang berada di sana. 

Dua minggu lalu eikeh ikutan kuis di pan page FB-nya Tourism Malaysia Jakarta dengan iming-iming hadiah tiket F1 ke Sepang. Secara pertanyaannya gampang, eikeh ikutan dong. Cuma diminta menulis pendapat kenapa harus menang dan nonton F1 di Sepang. Ya lumayan lama mikir untuk bikin jawaban yang sekiranya menarik. Juga browsing-browsing tentang Sirkuit Sepang ini. Dua tahun lalu pas balik ke erpot KLCC, lewat depannya aja. Nah singkat kata, ikut posting jawabanlah eikeh. Dan seminggu kemudian diumumkan sebagai salah satu pemenangnya. Happy ? ofkors. Karena sebelumnya juga sudah yakin menang. Terlebih ada faktor X (halahh) yang kerap nyamperin eikeh untuk urusan perkuisan alias sering menang. 

Oh ya btw, tiket ke Malaysia ini tidak benar-benar gretong. Tiket pesawat dan nginap kita tanggung sendiri. Ya eikeh makluminlah dan juga nyadar hari gini tidak ada yang benar-benar free. Malaysia juga ingin turis mengeluarkan uang selama di negeri Jiran itu. Samalah ya kayak Indonesia berharap dikunjungi turis dan belanja-belanji selama holide di mari. Selain itu, eikeh mengimami betul salah satu ustad yang eikeh follow di twitter, dia bilang yang intinya : 

Jangan pernah mengharap gratisan, hadiah, tapi berdoalah untuk dimampukan. Bener loh kata-kata itu. Misal kita pengen umroh, ya berdoa untuk dimampukan pergi ke sana. Alias tidak ngarep diajak sapa gitu. Kalo misal  ada yang ngajak, artinya itu adalah hasil jerih payah doa dan usaha kita. Misalnya bekerja dengan berprestasi, trus dapat hadiah diumrohin sama kantor. 

Oke back to tiket F1 gratis. Si-bapak siy excited dan ngijinin eikeh pergi nonton. Senang ya. apalagi biaya hidup (menginap, makan, transport) murah kata eikeh. Makin semangat deh dan  liat-liat harga tiket. Eng-ing-eng- karena mepet, otomatis ga dapet yang murah meriah. Harga promo sih, tapi masih mahal dibandingkan kalo pesan 2-3 bulan sebelumnya. Saat itu eikeh tetep ngarep dan berdoa semoga dimampukan beli, mengingat experience nonton F1 live dari sirkuit itu yang tidak ternilai harganya. Walo eikeh ga gitu mudeng sama F1 *krik-krik-krik...

tiket dan surat keterangan menang, hehehe

And then,  last minute, setelah mikir, eikeh memutuskan untuk ikhlas tidak berangkat. why oh why, ya karena ada skala prioritas yang mesti kita lakukan. Maju mundur mau jual tiketnya, trus ada kenalan yang pengen beli tiketnya. But, tiket itu tidak jadi terjual. Rencana mau aku pigura aja. Buat kenang-kenangan, tiket platinum dengan beberapa keistimewaan untuk pemegang tiket tersebut. Hehehe buat liat-liatan anak-cucu.

Selamat berhari minggu, i love u...